Sukun bagi Pembuluh Darah
Selasa, 11 Mei
2010 | 07:22 WIB
Sukun atau bread
fruit
TERKAIT:
Daun Sukun Pelindung Jantung
Aneka Mi dari Tepung Lokal
GramediaShop: World Cup 2010
Sukun sudah lama
dikenal di tengah masyarakat Indonesia. Buahnya biasa digoreng dibuat keripik,
atau direbus sebagai makanan kecil. Namun, ternyata tanaman yang tumbuh di
sekitar kita tersebut mempunyai khasiat ampuh bagi kesehatan, terutama bagi
jantung dan pembuluh darah.
Peneliti dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Tjandrawati M Ozef, dan
rekan-rekannya telah mengadakan serangkaian penelitian mengenai khasiat daun
sukun. Hasil penelitian itu disampaikan Tjandrawati dalam sebuah seminar di
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan beberapa waktu lalu.
Penyakit jantung
dan pembuluh darah kian menjadi permasalahan besar seiring dengan perubahan
gaya hidup masyarakat. Pola diet tinggi lemak hewani kurangnya aktivitas fisik
dan kebiasaan buruk merokok menjadi beberapa faktor risiko pemicu gangguan jantung
dan pembuluh darah.
Melihat
kecenderungan tersebut, para peneliti LIPI menapis 42 tanaman yang dianggap
berpengaruh terhadap sistem kardiovaskular. Pilihan meneliti lebih dalam jauh
kepada sukun.
Seluruh bagian
tanaman sukun mengandung senyawa flavonoid. Sejumlah turunan flavon telah
berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari bagian akar dan ranting tumbuhan
tersebut sebelumnya. ”Tanaman itu mempunyai flavonoid yang khas,” ujarnya.
Sukun
(Artocarpus altilis) termasuk dalam famili Moraceae alias keluarga Mulberry
atau lebih sering dikenal sebagai bread fruit.
Tanaman tersebut
tumbuh pada daerah tropis, seperti Indonesia, Thailand, Vietnam, dan Kamboja.
Tjandrawati mengungkapkan, masyarakat Indonesia secara tradisional menggunakan
daun sukun untuk pengobatan penyakit hati, inflamasi, jantung, ginjal, sakit
gigi, dan gatal-gatal.
Masyarakat
Taiwan secara tradisional menggunakan akar dan batangnya bagi pengobatan
penyakit hati dan hipertensi. ”Masyarakat menggunakan sukun untuk pengobatan
dengan merebus daunnya, tetapi masih kurang diketahui kandungan khusus yang
bermanfaat besar, bagaimana cara penggunaannya, dan dosisnya,” ujarnya.
Berangkat dari
pengalaman empiris masyarakat tersebut, Tjandrawati tertarik meneliti lebih
dalam mengenai potensi daun sukun. Melalui penelitian panjang sejak tahun 2004,
tanaman sukun berhasil dibuktikan khasiatnya. Dalam penelitian itu, daun sukun
dibuat menjadi ekstrak. Komponen hasil ekstraksi dengan etanol, yakni tiga
senyawa flavonoid dan Beta-sitoserol tersebut yang kemudian diteliti
khasiatnya.
Studi khasiat
terhadap daun sukun meliputi agregasi platelet (penggumpalan trombosit),
viskositas darah (kekentalan darah) dan iskemia akut (kurangnya aliran darah
pada jantung).
Studi itu juga
mencakup atherosclerosis (penebalan dinding pembuluh darah akibat penumpukan
lemak) yang mencakup akumulasi lipid (lemak) pada aorta, dan kolesterol darah.
Uji khasiat
secara in vitro (dalam lingkungan buatan) maupun in vivo (dalam tubuh hidup)
terhadap ekstrak tanaman tersebut menunjukkan hasil sangat baik.
Studi in vivo,
misalnya, menyimpulkan bahwa ekstrak etil asetat yang mengandung flavonoid dan
Beta-sitoserol dengan perbandingan 100 mg/kg dan 20 mg/kg dapat menghambat
agresi platelet, mengurangi viskositas darah, dan melindungi melindungi jantung
dari iskemia yang akut.
Selanjutnya, uji
khasiat ekstrak etil asetat terhadap kadar kolesterol darah dan akumulasi lemak
pada dinding pembuluh darah aorta pada tikus galur Wistar menunjukkan bahwa
ekstrak etil asetat dosis 150 mg/ kg berat badan mampu menurunkan kadar
kolesterol dalam darah secara signifikan.
Sukun juga mampu
menghambat akumulasi lemak pada dinding pembuluh darah aorta. ”Tidak terjadi
penimbunan lemak,” ujar Tjandrawati.
Daya racun
Dalam penelitian
itu diuji pula daya racun dari ekstrak daun sukun tersebut. Kabar baiknya, uji
toksisitas subkronis yang dilakukan selama 90 hari pada tikus putih galur
Sprague Dawley menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak etil asetat daun sukun
dengan dosis bervariasi, yakni dosis uji 83,33 mg/kg berat badan per hari,
166,65 mg/kg berat badan per hari, dan 333,35 mg/kg berat badan per hari tidak
memengaruhi fungsi jantung, ginjal, hati ataupun profil darah.
Uji toksisitas
akut pada mencit ICR jantan dan betina menggunakan dosis tinggi total flavonoid
4,5 g/kg berat badan dan Beta-sitoserol 2,5 g/kg berat badan tidak menunjukkan
penurunan berat badan, bahkan berat badan cenderung naik. Observasi terhadap
perilaku hewan uji selama eksperimen seperti bagaimana hewan uji berjalan,
makan, minum serta dan kecerahan mata dan bulu juga tidak menunjukkan
tanda-tanda keracunan.
Tjandrawati
mengatakan, dapat disimpulkan bahwa pemberian dosis tinggi total flavonoid dan
Beta-sitoserol pada mencit ICR tidak menunjukkan efek toksik ada hewan uji.
Kepala Pusat
Penelitian Kimia LIPI, Sugeng Broto mengatakan, prospek dari formula yang
dikerjakan oleh LIPI tersebut sangat besar lantaran nantinya dapat diproduksi
sebagai obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
Kini, LIPI aktif
meneliti sejumlah tanaman yang dipandang berkhasiat. Jika ingin dikembangkan
menjadi fitofarmaka, masih dibutuhkan uji klinis. Ekstrak flavonoid dan
Beta-sitoserol dari daun sukun itu sendiri kini telah dipatenkan.
Oleh INDIRA
PERMANASARI